Friday, November 16, 2012

Kenangan

Friday, November 16, 2012


Seorang teman gundah gulana ketika sebuah telepon genggam miliknya rusak total, dan tidak bisa diperbaiki lagi. Ketika ada yang menawarkan untuk membelikan hp baru yang lebih canggih, dia tetap belum merasa senang. Alasannya? bukan karena adanya data penting di telepon yang rusak itu, melainkan karena banyaknya kenangan yang telah dia lewati bersama sang telepon genggam.

Seorang teman lain, berusaha memperkuat ketabahan hatinya mengerjakan suatu tugas, dengan mengatakan kepada dirinya sendiri bahwa semoga apa yang ia lakukan saat ini kelak akan menjadi kenangan yang baik di masa tuanya, ketika dia sudah kurang mampu mengerjakan banyak hal, atau tugas seberat sekarang.

Apakah sebenarnya hakikat sebuah kenangan? Mengapa ia menjadi begitu penting? (dan kadang-kadang menjadi begitu "mahal").

Kenangan, sebenarnya adalah ingatan, bukan? Dalam bentuknya yang paling mendasar, kenangan adalah ingatan: serangkaian data yang tersimpan di bagian tertentu dari otak. Bedanya dengan ingatan "biasa", kenangan merupakan sebuah paket sempurna dari rangkaian ingatan yang sampai menimbulkan reaksi kejiwaan. Tidak semua ingatan menimbulkan reaksi kejiwaan. Kenangan selalu dimaksudkan untuk membangkitkan reaksi, walaupun itu tidak selalu menyenangkan. Selain kenangan yang dianggap baik, ada juga kenangan yang dianggap buruk.

Biasanya orang selalu menginginkan kenangan yang baik. Itu adalah serangkaian ingatan yang akhirnya membangkitkan perasaan senang, atau nyaman, serupa yang pernah dialami ketika hal yang dikenang itu benar-benar sedang berlangsung di masa lampau. Sangat wajar kalau orang ingin selalu berada dalam keadaan itu. Oleh karenanya, orang berusaha mencari apa saja yang bisa menjadi pemicu untuk mengembalikan perasaan masa lalu yang menyenangkan itu. Pemicu ini bisa berupa benda, musik, bau-bauan atau aroma parfum, kata-kata, dan sebagainya. Yang tersering dari benda-benda itu adalah gambar: foto atau video. Sampai-sampai ada ungkapan yang benar-benar menunjukkan akar yang terdalam dari perilaku ini: mengabadikan kenangan. Itulah bagian mendasar dari keperluan akan kenangan yang baik: keinginan untuk secara abadi - terus menerus - berada dalam keadaan yang enak dan menyenangkan. Keserakahan akan keabadian adalah jenis dosa pertama yang menjatuhkan nenek moyang manusia dari surga.

Di sisi lain, orang sangat ingin menghindari kenangan yang buruk. Mereka sangat ingin melupakannya, menghapuskannya dari otak, kalau bisa. Namun, semakin mereka ingin melupakan, justru biasanya kenangan buruk itu semakin tumbuh subur dan kuat. Penolakan adalah energi yang sama dengan ketertarikan, hanya berbeda arah. Kalau disejajarkan dalam rumus gaya fisika,  unsur gaya tarik menarik maupun tolak menolak adalah sama: ukuran massa dan ukuran jarak. Kenangan baik maupun buruk punya energi  yang sama. Tentu saja orang akan berusaha sekuat tenaga untuk mencegah diri supaya tidak berada secara abadi di dalam keadaan yang tidak menyenangkan. Untuk itu, kadang orang rela membayar semahal yang dia mampu, seandainya ada yang bisa menyingkirkan kenangan buruk yang selalu mengganggunya. Serangkaian ingatan yang memicu perasaan tidak enak itu tetap saja penuh tenaga selama dia dibiarkan tumbuh di lahan yang subur: ketidaksadaran. Itu tumbuh terus di alam bawah sadar, karena memang ditolak di alam sadar.

Jadi, apa kegunaan dari sebuah kenangan? Kenangan memberikan seseorang identitas, jati "diri", benih yang ikut membentuk diri yang sekarang. Pun kenangan yang buruk atau pedih, itu ikut menjadi pengukir sebuah diri. Semakin sebuah kenangan dianggap kuat, semakin kuat pula dia membentuk seseorang. Seluruh reaksi seseorang terhadap lingkungannya, nyaris semuanya didasarkan pada kenangan. Dalam hal ini, pengalaman bisa dianggap sebagai kenangan juga. Pengalaman menentukan bagaimana orang akan menanggapi apa yang dicerapnya dari lingkungan. Selama diri itu ingin abadi, selama itu pula kenangan menjadi sumber tenaga yang sangat penting. Bahkan seseorang kadang mengangankan, sesudah dia mati pun orang lain akan mengenang dirinya - dengan demikian dia merasa akan tetap "hidup", secara identitas.

Marilah kita mencoba melihat kenangan itu dari kacamata alam nyata. :-)

Setiap waktu berlalu, sesungguhnya ia telah mati dari alam nyata, beserta seluruh isinya. Jika kita mengibaratkan waktu itu seperti sebuah angkutan kota (angkot), maka angkot yang telah lewat dari hadapan kita itu telah "mati" dari jarak jangkauan kita - beserta seluruh penumpangnya. Apakah angkot itu baik atau buruk, apakah penumpangnya cakep atau cantik, atau horror :-D, sama saja: sekali berlalu - mati sudah. Kenangan itu adanya hanya di dalam pikiran dan album foto, jaman sekarang mungkin juga di CD, DVD, atau perangkat keras memori lainnya.

Jadi, dilihat di alam nyata, masa lalu itu selalu sudah mati. Alam nyata kita adalah: sekarang dan di sini. Itu yang selalu secara nyata kita alami, bukan?. Maka sebuah kenangan sebenarnya hanyalah zombie - "mayat hidup", ciptaan pikiran yang serakah. Pikiran selalu membantah kenyataan bahwa dirinya tidak abadi. Buat apa kita memelihara zombie itu? Kalaupun dulu dia pernah "hidup" dan cantik, dan menjadi "milik" kita, sekarang setelah menjadi zombie bagaimanapun dia bukan yang dulu lagi.

Pasti ada yang bertanya:

Saya tidak ingin zombie itu hidup - karena waktu hidupnya pun saya tidak suka lantaran wajah buruknya - , tapi kenyataannya kenapa dia tetap hidup? Kenapa dia selalu muncul dan berjalan-jalan dalam pikiran dan perasaan saya?

Apa yang membuat kenangan buruk itu tetap hidup?

Sama seperti apa yang membuat kenangan baik itu tetap hidup, energi yang sama: keinginan. Untuk kenangan yang dianggap baik, maka energinya adalah keinginan untuk menerimanya, memeluknya terus menerus. Untuk kenangan yang buruk, energinya: keinginan untuk menolak, upaya untuk menyingkirkannya sejauh mungkin.

Kesadaran, keberanian untuk menatap kenangan itu secara sadar, melihat senyata-nyata nya tempat terbitnya penolakan atau ketertarikan, bisa menyaksikan energi kenangan itu memudar. Bagaimanapun, kenangan itu tetap tidak abadi. Dengan satu atau lain cara, dia akan meluruh bersama waktu. Itu ditandai dengan perubahannya menjadi ingatan "biasa" : ingatan yang tidak lagi memicu reaksi kejiwaan, dan dengan demikian tidak memicu reaksi badan juga.

Pilihannya kembali pada diri kita masing-masing: alam nyata, atau alam khayal pikiran.

(Ini mengingatkan pada film favorit saya, trilogi The Matrix: orang bisa memilih hidup dalam lingkungan "indah dan terbiasa" secara maya di the matrix, atau kembali ke alam realita di kapal angkasa yang terkungkung. Walaupun analoginya tidak akan persis sama, karena "alam nyata" kesadaran itu dalam keadaan sesungguhnya tak tergambarkan). Jika anda memilih alam nyata (pil merah dalam film the matrix :-p ), maka beranilah - dan bersiaplah - menyaksikan kematian zombie kenangan. Saksikan kepulan asap kepunahan energinya, tanpa berusaha membuat tiupan energi baru. Saksikan saja.

Saya tidak ingin memberikan sugesti apakah keadaan selanjutnya akan buruk atau baik. Itu bisa memicu energi keinginan anda yang baru :-).

Saksikan saja. Kalau anda sudah berani dan siap. :-) Kalau belum? Coba sadari saja bahwa (terasa) cepat atau lambat, semua akan berlalu. Semua yang punya awal pasti punya akhir. (Kalau timbul rasa "takut" terhadap kalimat terakhir itu, dalam batin, maka saksikanlah bahwa itu adalah akar dari sebuah pohon yang bernama keserakahan).

***


Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More